Senin, 07 Mei 2012

Distribusi Pendapatan Nasional & Kemiskinan


 
Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah kemiskinan. Membiarkan kedua masalah tersebut berlarut-larut akan semakin memperparah keadaan, dan tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap kondisi sosial dan politik.
Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Adapun secara umum penyebab kemiskinan diantaranya:

1.     Kemalasan.
2.    Kebodohan dan pemborosan.
3.    Bencana alam.
4.    Kejahatan, misalnya dirampok
5.    Genetik dan dikehendaki Tuhan, baik genetika orang tua, tempat lahir, kondisi orang tua yang miskin

Definisi kemiskinan menurut beberapa ahli

·        Menurut Sallatang (1986)
kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial.

·        Menurut Esmara (1986)
mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.

·        Menurut Basri (1995)
bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.

·        Menurut Badan Pusat Statistik (2000)
kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320
kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.

·        Menurut Poli (1993)
menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.

·        Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan
kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin

·        Menurut SPECKER (1993)
mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1.     kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
2.    gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3.    risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya,
4.    kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan
5.    kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan social.

Kemiskinan salah satu masalah yang cukup mendesak untuk diatasi oleh suatu negara adalah masalah kemiskinan. Untuk itulah ekonomi Indonesia memiliki TRILOGI pembangunan yang didalamnya ada poin pemerataan. Meskipun sampai dengan saat ini rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan masih cukup besar (± dari 100 orang Indonesia, 11 – 12 orang diantaranya masih miskin).
Namun untuk mengentaskan mereka terus diupayakan. Beberapa diantaranya adalah dengan program IDT ( Inpres Desa Tertinggal) dan kemitraan pengusaha besar dan pengusaha kecil yang dicanangkan oleh pemerintah.

Berikut ini adalah beberapa kriteria garis kemiskinan di Indonesia yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yakni:
                         
PENELITI
KRITERIA
GARIS KEMISKINAN


KOTA
DESA
KOTA + DESA
Esmara 1969/70, 1
Konsumsi beras per kapita/th (kg)


125
Sayogya 1971, 1
Tingkat pengeluaran ekuivalen beras per orang/th (kg)
Miskin
Miskin sekali
Paling miskin



480
360
270



320
240
180

Ginneken 1969, 1
Kebutuhan gizi minimum per orang/hari
Kalori
Protein (gr)



2000
50

Anne Booth 1969/70, 1
Kebutuhan gizi min./orang/hari
Kalori protein
2000

40


Gupta 1973, 1
Kebutuhan gizi min./orang/th (Rp)


24.000
Hasan 1975, 1
Pendapatan min./kapita/th (US $)
125
95

BPS 1984, 2
1.    Konsumsi kalori per kapita/hari
2.    Pengeluaran/kapita/bln (Rp)


13.731


7.746


2.100
Sayogya 1984, 2
Pengeluaran/kapita/bln (Rp)
8.240
6.585

Bank Dunia 1984, 2
Pengeluaran/kapita/bln (Rp)
6719
4479

1.  Interim rpt 1976, 2

2.  Ahluwalia 1975, 3


Pendapatan/kapita/th
Nilai US $ 1970
US $ pantas daya beli
Tingkat pendapatan/kapita/th (US $)




75
200
50
75

Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Konteks Pembangunan Ekonomi Indonesia Selama Ini

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan situasi/keadaan yang menunjukkan kondisi-kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Namun dalam perkembangannya suatu pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan belum tentu baik untuk rakyatnya karena adanya masalah pemerataan. Jika suatu negara mengalami pertumbuhan ekonomi namun tidak diiringi dengan pemerataan maka suatu negara akan mengalami disparitas/ketimpangan.

Suatu negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan didukung suatu pemerataan dilihat dari suatu investasi yang sehat artinya investasi itu tidak dilakukan hanya dengan terpusat saja melainkan merata ke beberapa daerah dalam suatu negara tersebut, jika dilakukan hanya dengan terpusat ke satu daerah saja, bagaimana daerah lain mau berkembang, tentu saja mereka akan mengalami suatu ketimpangan dan ke sananya akan otomatis berdampak kepada pembangunan di daerah mereka masing-masing.

Definisi kemiskinan telah banyak dikemukakan oleh pakar dan lembaga yang terkait dengan permasalahan kemiskinan. Specker (1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal, gangguan dan tingginya risiko kesehatan, risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya, kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses politik, dan kualitas pendidik yang rendah. Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan, kelaparan dan kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan, keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat, kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya. Maxwell (2007) menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia, ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative deprivation). Poli (1993) menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset produktif; ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan. Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Masalah kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan bermartabat. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh karena itu, strategi dan kebijakan yang dirumuskan dalam strategi nasional pengentasan kemiskinan didasarkan atas pendekatan berbasis hak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005).  Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial. Sementara itu, Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Sementara itu, menurut Badan Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.

Kebijakan Pengentasan Kemiskinan ke Depan

·        Upaya pengentasan kemiskinan di daerah akan dapat terwujud bila terbangunnya serta melembaganya jaringan komunikasi, koordinasi dan kerjasama dari tiga pilar yang ada di daerah, yaitu Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan kelompok peduli (LSM, swasta, perguruan tinggi, ulama/tokoh masyarakat, dan pers).
·        Memantapkan kembali program-program pembangunan nasional berbasis masyarakat miskin, diikuti dengan kepedulian daerah dalam mengawal dan mengawasi implementasinya di lapangan agar benar-benar tepat sasaran.
·        Pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis spasial, merupakan solusi yang dianggap tepat dalam mengurangi disparitas pendapatan dan tingkat kemiskinan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar