Sistem ekonomi yang dianut oleh setiap bangsa berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan falsafah dan ideologi dari masing-masing negara. Seperti halnya Indonesia, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia akan berbeda dengan sistem ekonomi yang dianut oleh Amerika Serikat ataupun negara-negara lainnya. Pada awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, di mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Sistem ini bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia. Berikut ini bentuk sistem ekonomi di Indonesia dari masa Orde Baru hingga sekarang.
1. Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdiringan Negara Republik Indonesia, banyak tokoh-tokoh Negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok.
Sebagai contoh :
· Bung Hatta semasa hidupnya mencetuskan ide bahwa dasar pemasaran Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalh koperasi (Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
· Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Negara Amerika tahun 1949 menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsure penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45 sistem perekonomian tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34.
2. Sistem Ekonomi Demokrasi
Indonesia mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional yaitu UUD 1945. Oleh karena itu, segala bentuk kegiatan
masyarakat dan negara harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian yang ada di Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi.
masyarakat dan negara harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian yang ada di Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sistem perekonomian nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disusun untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi.
Sistem perekonomian Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disebut sistem ekonomi demokrasi. Dengan demikian sistem ekonomi demokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.
Pada sistem demokrasi ekonomi, pemerintah dan seluruh rakyat baik golongan ekonomi lemah maupun pengusaha aktif dalam usaha mencapai kemakmuran bangsa. Selain itu, negara berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian terdapat kerja sama dan saling membantu antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993) :
· Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
· Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
· Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk seber-besarnya kemakmuran rakyat
· Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan
· Warga Negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
· Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat
· Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum
· Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
Free Fiht Liberalisme : adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya ekspolitasi kaum ekonomi yang lemah dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin
Etatisme : keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat
Monopoli : suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli
Meskipun pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut system perekonomian Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan mungkin campuran namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan system etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun1960-an sampai dengan masa order baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 190 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah :
· Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
· Program / Sumitro Plan tahun 1951
· Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
· Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah :
· Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik dengan demikian keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat menumpas pemberontakan di daerah-daerah dan masalah politik sejenisnya
· Akibat lanjut dari kejadian di atas, dana Negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang
· Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali kabinet bergantian saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing cabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan
· Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping keputusan individu/pribadi dan partai lebih dominan dari pada kepentinagan pemerintah dan Negara
· Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957) dan etatisme (1958-1965)
Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah terjadi di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut :
· Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan kominikasi yang membawa dampak menurunkan nilai eksport
· Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’
· Deficit anggaran Negara yang makin besar dan justru ditutupi dengan mencetak uang sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali
· Keadaan tersebut masih dipengaruhi dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar laju pertumbuhan ekonomi saat itu yakni sebesar 2,2%
3. Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem ekonomi kerakyatan berlaku di Indonesia sejak terjadinya Reformasi di Indonesia pada tahun 1998. Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan.
Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakat memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.
Sistem ekonomi kerakyatan mempunyai ciri-ciri berikut ini.
· Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
· Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
· Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
· Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
· Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
4. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah orde baru menunjukan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya system ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 samapi dengan 1965, semua tokoh Negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali menempatkan system ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Dengan demikian system demokrasi dan system ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitas, perbaikan, hampir di seluruh kehidupan tidak terkecuali sector ekonomi.
Rehabilitasi ini terutama ditunjukan untuk :
· Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan system perekonomian yang lama (liberal/kapitalis dan etatisme/komunis)
· Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambat proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum
Tercatat bahwa :
· Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
· Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
· Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
· Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
Dari data diatas, menjadi jelas mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar